Selasa, 21 Oktober 2008

Wahai Pemuda Lamongan, Datang dan jadilah 'Dahsyat' pada Seminar ini!

Bedah Novel "Tembang Ilalang" dan Diskusi Kepemudaan " Yang Muda yang Berkarya"

Sebagai salah satu organisasi kepenulisan yang concern juga pada masalah kepemudaan, FLP Lamongan bekerjasama dengan OSIS SMU N 2 Lamongan dan Lamongan Student Comunitty, berencana mengadakan acara "Bedah Novel "Tembang Ilalang" dan Diskusi Kepemudaan " Yang Muda yang Berkarya" yang insya Allah akan di laksanakan pada hari ahad, tanggal 16 November 2008 bertempat di SMU N 2 Lamongan di mulai jam 07.30 sampai 12.00 WIB. Sesuai dengan tema yang di ususng, yaitu masalah kepemudaan, Acara ini akan mengundang beberapa nara sumber yang kapabel dalam bidang ini. Di antaranya Haikal Hira Habibillah ( Mantan Ketua FLP wilayah Jawa timur ), MD Aminudin ( Novelis Muda ), Supriyanto Helmi Tanjung ( Trayner dan pemerhati masalah pemuda ) dan Septian ( Pelajar terbaik tingkat Jawatimur ). Acara ini akan terbagi menjadi dua sesi. sesi pertama berupa seminar bedah novel " tembang ilalang " dan yang kedua diskusi kepemudaan yang di setting layaknya sebuah talk show yang menarik sehingga tidak akan membosankan buat di simak. Beberapa acara tambahan berupa game dan pemberian doorprize ikut menambah semarak acara ini. Hari ahad tak akan lengkap rasanya tanpa mengikuti acara ini. Khususnya para pemuda penerus negeri. Mulai sekaranglah saatnya kita ikut memikirkan nasib bangsa sesuai dengan peran kita masing-masing! Maka harusnya anda tak akan tidur nyenyak mulai hari ini karena menunggu tanggal 16 november mendatang! Sepakat!?

Sabtu, 11 Oktober 2008

cerpen of the month!

Merah Menulis Cinta*
by : juna satya

Ruang kelas lima sekolah dasar negeri itu tampak mencekam hari ini. Ibu guru berjalan pelan di antara barisan bangku-bangku dengan suara sepatunya yang mendominasi. Para murid menundukkan kepala, tak ada suara-suara yang keluar dari mulut mereka. Pensil dan ballpoint tidak tampak bergerak di atas kertas, hanya bermain di sela-sela jari tak berbunyi. Mereka menunggu sebuah pertanyaan. Ibu guru yang cantik itu bersikap galak hari ini. Minggu-minggu ini para guru bersikap semakin ganas. Khabar yang tak jelas berhembus; hal ini dipicu oleh demo kenaikan gaji yang dilakukan persatuan guru di Jakarta yang tak kunjung dikabulkan oleh wakil rakyat.
“Siapa yang belum mengerjakan?” Suara Ibu guru memecah keheningan. Ia bertanya tentang sebuah pekerjaan rumah membuat karangan yang diberikannya satu minggu yang lalu. Sebuah karangan sederhana, satu lembar kertas kuarto. Di tepi bagian atas lembar-lembar kosong berwarna putih itu tertulis.
TULISKAN BUKTI CINTA PADA IBUMU!
Dari perintah itulah para murid harus membuat karangan satu lembar penuh. Bocah-bocah itu tidak mengangkat tangan, tanda seakan ketiga puluh murid selesai mengerjakannya. Ibu guru masih menyapukan pandangan dari ujung ke ujung kelas berulang kali. Saat itulah seorang murid yang duduk di sayap sebelah kanan bangku paling belakang mengangkat tangan dengan ragu-ragu, tetap dengan kepala menunduk. Sebatang pensil tampak bergetar di ujung tangan yang tidak tegak. Telapak tangan yang berkulit kasar dan ada satu bekas luka yang hanya tampak sebagai sebuah noda hitam kecil di pergelangan tangan. Sebuah luka akibat sabit yang tidak dengan sengaja menggores kulit.
“Tole! Kamu lagi, kenapa tidak mengerjakan?” Wajah Tole menegang tanpa memberikan jawaban. Bocah yang tidak naik dua kali itu tertunduk lesu seperti seorang terdakwa yang sudah dinyatakan dihukum oleh sebuah tindakan yang tak mungkin disangkal. Tole memang residivis kelas. Ia tidak naik dua kali. Nilainya hancur lebur berwarna merah hitam. Separo merah, separo hitam. Meskipun ia pun tak tahu sejak kapan nilai lima kebawah harus ditulis dengan tinta berwarna merah, bahkan semerah darah. Tole pernah bertanya pada tukang kebun sekolah, “Kalau orang bilang sih merah itu lambang cinta Tole,” Jawab Pak tukang kebun sekenanya. Tole hanya mengangguk tanda kebingungan yang makin menumpuk. Teman-teman disekolahya menyebut ia anak bodoh. Diapun makin bingung kenapa harus merah.
“Saya tidak bisa mengarang Ibu!” Jawab tole pelan.
“Kalau kamu tidak mengumpulkan minggu depan, nilai kamu akan merah lagi!” Ibu guru mengancam.
Pelajaran berakhir beberapa jam kemudian. Dalam sekejab halaman sekolah telah penuh oleh murid-murid yang bertebaran menuju pulang. Debu-debu mengepul kala anak-anak berbaju merah putih berlarian tak beraturan menuju gerbang. Panas kemarau memaksa tanah-tanah tipis yang kering di lapisan atas menjadi butiran butiran lembut terbang tanpa arah membentuk turbulensi disekitar tubuh-tubuh kecil mereka. Wajah-wajah yang telah layu tetap saja masih bisa tertawa, berteriak saling mengejek dan berkejar-kejaran. Tole berlari cepat diantara kerumunan keramaian itu tak peduli dengan seragamnya yang compang-camping, baju yang keluar dari celana pendeknya. Ia tembus bottle neck yang terjadi di pintu gerbang. Ia terus berlari tanpa peduli teriakan gadis-gadis kecil yang dengan tidak sengaja disenggolnya. Berlari terus menuju rumah.
“Makan dulu Le!” Ibunya menyeru.
“Sudah Bu! Sekarang aku mau berangkat dulu!”
Tole tidak lagi berpakain merah-putih, melainkan memakai celana pendek usang warna coklat tak berikat pinggang dan kaos oblong warna krem. Kaos yang telah dipenuhi oleh getah-getah yang telah mengering hingga terkesan seperti noda-noda yang menempel pada kain yang tak bisa dihilangkan. Bahkan dibagian lain, noda seperti bekas darah yang menetes pada kain putih yang mengering menjadi coklat. Secara keseluruhan noda-noda membentuk sebuah lukisan berpola abstrak. Pakaian khusus yang setiap hari ia pergunakan untuk mencari rumput di pematang-pematang sawah. Disakunya tersimpan satu pensil dan selembar kertas kuarto dari ibu guru. Ia berpikir barangkali ia akan mendapatkan inspirasi untuk menulis dibawah rindangnya pohon sehabis memotong rumput.
Siang itu ia susuri jalanan aspal yang mulai berlubang menuju sawah di ujung kampung. Kaki-kaki kecilnya melangkah tergesa-gesa hingga terkesan setengah berlari menghindari panas yang dengan cepat merambat keujung otak memerintahkan syaraf merasakan sakit. Di ujung kampung seorang pemuda menyapa.
“Mau kemana panas-panas gini Le?” Sakri bertanya bersama kepulan asap rokok dari mulutnya.
“Biasa Lek..!. mencari rumput” jawab Tole sambil tetap berjalan. Tangan kanannya memegang sabit yang telah terasah. Tangan kirinya memegang karung bekas pupuk berwarna putih sebagai tempat rumputnya nanti.
Sakri sebenarnya sudah tahu bahwa Tole dan juga anak-anak kecil di kampung itu memang rajin mencari rumput. Hampir semua anak di kampung kecil itu, rajin membantu orang tua dengan memelihara kambing atau sapi, kecuali Sakri. Meskipun tergolong miskin dibanding kebanyakan orang, tapi Sakri memang pemalas sejak kecil. Sehingga ia tetap menjadi pengangguran hingga umurnya hampir 17 tahun saat ini. Yang dilakukannya hanyalah mabuk bir murahan dan nongkrong-nongkrong di pos kecil yang terletak di tepian jalan antara kampung dan areal persawahan. Malamnya ia bersama gengnya akan melakukan pemerasan kecil-kecilan atau tindakan pencurian ayam-ayam di kampung tetangga.
“Mencari rumput untuk ibumu ya!?” Sakri mengejek. Tole berlalu begitu saja tidak menjawab
Rupanya hari ini Tole tidak beruntung. Ia salah memilih sawah. Itu adalah biasa sebab pencari rumput tidak punya peta atau arah. Mereka hanya bermain degan firasat tentang arah mana yang akan mereka tuju. Jika tepat, mereka akan mendapatkan rumput dengan kualitas bagus secara cepat, jika tidak maka sebaliknya ia akan berjalan-jalan dari satu tempat ke tempat yang lain. Begitulah Tole hari ini, maka sampai jam tiga sore pun karungnya belum penuh dengan rumput padahal jadwal film kartun kesukaannya yang diputar setiap hari kamis-hari ini- telah dimulai. Tuntutan karung penuh tidak bisa ditawar, maka iapun harus rela melewatkan serial itu minggu ini.
“Kok lama Le mencari rumputnya?” Ibunya menyapa. Tole memasuki rumah dengan wajah lusuh dan capai. Keringat masih membasahi sebagaian besar tubuh dan juga kepalanya.
“Iya Ibu, akhir-akhir ini cari rumput agak susah, soalnya banyak orang yang pelihara kambing.” Tole menjawab dengan lesu.
Ibunya tersenyum dibelainya rambut anaknya yang basah oleh keringat. Dilepaskannya kaos yang juga basah oleh keringat yang bercampur dengan bau rumput-rumput liar. Dengan kaos itu, perlahan ia mengusap rambut Tole yang ujung-ujungnya memerah karena ultraviolet. Belaian itu merasuk ke jiwa Tole setiap hari, menjadikan ia tak pernah melawan perintah dari ibunya. Belaian itu adalah kasih sayang yang mencandukannnya. Sesuatu yang tak tampak tetapi membuat hatinya selalu ingin lebih. Lebih setiap hari, setiap waktu, dan juga setiap ruang. Seperti cinta yang berasa kuat tapi tak pernah bisa ditulis, digambar ataupun diwarnai.
Hari ini adalah hari Sabtu, siang ini matahari tampak malu menampakkan diri. Siang menjadi pekat dengan hawa yang pengab. Tole menyusuri jalanan kampung dengan jalanan aspal yang masih menghangat menuju sawah dengan tetap memainkan firasatnya. Awan-awan mengiringi kegundahan dan pengab hatinya. Tadi pagi ia kembali dapat ancaman nilai merah, kali ini dipelajaran menggambar. Sebab selama ini ia tak bisa menggambar dengan warna yang tepat menurut gurunya. Ia akan mewarnai daun dengan warna biru, pohon dengan warna merah dan ranting dengan warna hitam, bahkan langit digambarnya berwarna pink. Sehingga teman-temannya selalu menggapnya anak yang aneh. Gurunya menganggapnya tidak normal. Tetapi tentu ia tidak merasa. Hari ini hatinya penuh dengan gundah dan seribu pertanyaan, termasuk soal warna merah. Kenapa harus merah?.
“Hoi..! mau kemana Tole?” Sakri yang setiap hari di pos itu menyapa dengan suara lantang.
“Biasa Lek..!” Jawab Tole singkat
“Mencari rumput untuk ibumu ya! Kambing itu belum dijual juga!” Tole tidak bersuara tapi tatap matanya yang biasanya menuju pusat bumi searah gravitasi kini berarah tepat di antara bola mata Sukri.
“Tole..Tole.. sekali-kali ibumu itu disuruh kesawah sendiri. Suruhlah makan rumput langsung di sana!”
Mendengar itu Tole tanpa kata melangkah ke arah Sakri yang berdiri beberapa meter dengan pelan. Sekuat tenaga ia arahkan sabit yang mengkilap tajam ke perut Sakri secara datar. Sakri kaget, terdiam, terhipnotis, tak bergerak. Sepersekian detik sabit berarah vertikal dari kepala menuju dada. Sakri tersadar mencoba mengelak dengan tangannya tapi tetap saja tangannya adalah daging yang lemah dan tetap kalah dengan tajamnya sabit yang baru diasah. Belum sempat Sakri merasakan sakit ataupun berteriak, sabit sudah mendarat bertubi tubi untuk kesekian kali dari berbagai arah yang tak terduga. Sakri jatuh, sedang Tole makin membabi buta. Muka, leher, dada, telah megalirkan darah merah segar yang sebagain telah muncrat memercik ke kaos dan celana Tole. Dalam posisi itu Tole belum juga berhenti entah sudah berapa tebasan hingga akhirnya Tole merasa lemah dan berkeringat. Sakri sudah tak bernyawa lagi.
Selang kemudian iapun berlari sekuat tubuhnya dengan sabit berlumuran darah ditangan kanan. Ia berlari cepat secepat menebaskan sabit pada rumput-rumput liar. Tubuhnya streamline memecah udara tak bergerak berbau sawah, seperti peluru keluar dari lubang senapan. Ia bersama firasat pencari rumputnya terus berlari, turun naik pematang sawah, meloncat diantara batu-batu menyebrang sungai, dan masuk diantara pohon-pohon rindang. Hingga tubuhnya melemah entah ia dimana kini. Hutan kian sunyi, tubuhnya tergolek dibawah pohon berdaun lebat. Tangannya kosong bernoda darah yang telah kering dengan sabit yang tak ia sadari entah terjatuh dimana. Ia rogoh kantung celananya, pensil yang selalu ia bawapun telah hilang entah kemana. Yang tersisa adakah kertas kuarto dengan lipatan empat. Dibukanya kertas itu, “TULISKAN BUKTI CINTA PADA IBUMU!” masih tetap tertulis disana. Hanya saja kini di bawah tulisan itu ada noda darah tak berpola berwarna merah memenuhi hampir semua halaman. Ia ingin menuliskan bukti cinta saat ini, tetapi ia tersadar pensilnya telah menghilang.

* penulis adalah anggota dan pengurus FLP Lamongan

FOOTBALL (isnot) VS ISLAM

MENITI JALAN CAHAYA LEWAT SEPAK BOLA
( Surat Buat LA Mania )
Oleh: Rian Sindu*
Suatu saat ada suporter fanatik sebuah tim sepak bola sedang duduk bersama seorang ustadz. Kebetulan juga sedang ramai-ramainya dihelat pertandingan besar sepak bola sejagad, piala dunia. Mereka berdua saling diam. Hanya Sesekali bertukar tanya tentang identitas masing-masing. Aneh, padahal pada saat yang sama di warung, di pasar, di manapun tempat orang berkumpul. Orang-orang sangat seru membahas tentang piala dunia. Tentang skor pertandingan, permainan para pemainnya, gol-gol yang tercipta serta prediksi pertandingan berikutnya. Mungkinkah demam piala dunia tak sampai ke mereka berdua? Ada kekhawatiran pada benak sang suporter jika mengajak sang ustadz mengobrol tentang piala dunia. Takut nanti dianggap ”kedunyan” oleh sang ustad. Hanya sibuk dengan urusan dunia. Begitupun dengan sang ustadz, dia sama sekali tidak mengungkit-ungkit kejuaraan itu. Nampaknya ia menjaga wibawanya sebagai pemuka agama karena tugas ustadz adalah ceramah agama, bukan tukang komentar bola. Meskipun sang ustadz juga suka nonton piala dunia.
Dari cerita rekaan di atas. Para pembaca mungkin berpikiran bahwa agama dan sepak bola sepertinya ditakdirkan tak bisa duduk bersama. Seakan-akan Sepak bola dan agama adalah dua kutub berbeda yang saling bertolak belakang. Dua dunia yang tak saling terkait. Sepakbola ya sepakbola. Agama ya agama. Tak ada hubungan apapun. Tapi apakah benar memang sepeti itu? Apakah benar sepak bola dan agama ditakdirkan untuk saling bermusuhan?
Setidaknya sejarah punya bukti kongkrit. Sering kali terjadi kerusuhan-kerusuhan, yang berkategori besar, bermula dari permainan sikulit bundar ini. Tak jarang kerusuhan itu menelan korban jiwa dan kerugian materi yang tak sedikit. Belum lagi kerusuhan-kerusuhan kecil yang hampir selalu mengiringi perjalanan suatu kompetisi sepak bola di manapun. Baik skala lokal, nasional maupun internasional. Fanatisme yang membabi buta ini ditunjukkan oleh para suporter demi loyalitasnya pada tim yang mereka bela. Rasa memliki yang berlebihan, memicu ketidak terimaan ketika tim yang dibela kalah. Lalu perasaan kecewa itu dilampiaskan dengan bentuk tindakan dekstruktif. Maka terjadilah Tawuran massal, lempar batu, merusak stadion, membakar ban, sepeda, motor, mobil dan merusak fasilitas umum dan lain-lain. Tentu saja perbuatan-perbuatan itu tak bisa dibenarkan oleh agama karena agama tak mengajarkan kekerasan.
Ingatan kita pasti belum lekang ketika nyaris setahun yang lalu tepatnya tanggal 14 September 2006 para oknum bonek (Persebaya) meluluh lantakkan Gelora Tambak Sari, Surabaya. Ketika itu Persebaya akhirnya tak lolos ke babak berikutnya dalam Copa Dji sam su karena kalah agrerat dengan Arema 0-1. Karena kekalahan itu, para bonek jadi gelap mata. Mobil kru salah satu stasiun TV nasional dibakar. Puluhan motor hangus. Di dalam stadionpun tak luput dari amuk massa tersebut. Kursi-kursi rusak, pagar pembatas ambruk, kaca stadion pecah. Meskipun tak ada korban jiwa. Namun insiden ini sempat menjadi head line beberapa surat kabar di Indonesia.
Sepak bola internasional pun tak kalah bergolaknya. Oknum-oknum suporter fanatik dari klub yang sedang bertanding diliga domestik seperti Premier liga, Seri A, La liga atau Bundes liga sering terlibat tawuran di dalam maupun di luar stadion. Di seri A Italia, terjadi kerusuhan besar saat pertandingan derby Sissilia antara Palermo vs Catania yang menewaskan Filippo Raciti, seorang anggota polisi yang waktu itu ikut berusaha mengendalikan kerusuhan. Di tingkat kejuaraan antar klub, seperti liga Champion juga tidak luput dari insiden semacam ini. Malah mungkin lebih mengerikan karena banyak nyawa yang melayang. Beberapa puluh tahun silam, tepatnya pada tanggal 29 Mei 1985, yaitu terjadinya tragedi Heysel dikota Brussel, Belgia yang menewaskan 39 orang ( Pertandingan antara Liverpool vs Juventus dalam final Piala Eropa sebelum berganti nama menjadi Liga Champion ). Menyusul berikutnya tragedi Hillsborough di kota Sheffield Inggris pada tanggal 15 April 1989 yang menewaskan 95 orang dan kurang lebih 200 orang terluka. ( Pertandingan antara Liverpool vs Nothingham Forest di final piala FA ). Sungguh sangat menyedihkan.
Seakan-akan agama memang tak pernah bisa bersanding dengan sepak bola. Anggapan ini memang telah mengakar kuat dibenak masyarakat. Bagaimana suporter sepak bola ketika mereka berkonfoi di jalan, mencegat truk atau mobil umum seenaknya dan perbuatan-perbuatan yang membuat sepak bola terkesan menjadi olahraga ”seram”. Jauh dari nilai moralitas dan ketuhanan.
Namun seberapa seramnya sepak bola, olahraga ini tetap menjadi olahraga favorit. Berjuta-juta orang dimuka bumi ini rata-rata suka dengan jenis olahraga ini. Anda tentu ingat, bagaimana atmosfer ketika dihelat piala dunia? Semua orang antusias mengikuti pertandingan demi pertandingan. Mulai dari direktur sampai para kondektur, setiap hari mengupas habis pertandingan-pertandingan yang digelar. Sepak bola adalah olah raga yang memasyarakat. Paling banyak penikmatnya di muka bumi. Bahkan di Brazil. Sepak bola adalah agama. Di puja-puja layaknya Tuhan.
Sedang agama juga adalah kebutuhan. Salah satu unsur kemanusiaan. Orang tanpa agama adalah orang yang pincang, karena tak ada keseimbangan dalam dirinya. Lalu pantaskah kita menganggap dua unsur ini adalah dua hal yang tak akan bisa bergandengan tangan? Anehkah jika seorang pemuka agama suka bermain atau melihat sepak bola? Dan anehkah jika seorang pesepak bola atau suporternya mengerjakan ibadah sebagai manusia beragama?
Sebenarnya banyak sisi ketuhanan yang dapat kita petik dari sepak bola. Namun stigma bahwa sepak bola itu selalu identik dengan tindakan anarkisme sudah terlanjur mengakar kuat di benak masyarakat sehingga mengaburkan sisi-sisi positif itu. Nah, stigma jelek itu kini nampaknya mulai tergerus melalui pembuktian-pembuktian di lapangan. perhelatan Piala Asia yang dilaksanakan di Jakarta beberapa waktu yang lalu mungkin cukup menjadi bukti bahwa sepak bola tak selalu identik dengan hal yang negatif. Perhelatan piala Asia waktu itu ternyata menyedot antusiasme penonton yang luar biasa banyaknya.
Ketika tim merah putih berlaga. Jakarta seperti lautan manusia Ratusan ribu orang dari berbagai macam golongan, suku, dan agama, tumplek blek jadi satu di senayan. Melepaskan baju-baju fanatisme, esklusifisme, dan membangga-banggakan identitas pribadi. Tak ada yang mengatakan ” Kafir Lu!”, ” Neraka Lu!”, ”Dasar hitam!”, ”Dasar kribo!” atau kalimat-kalimat rasis lainnya. Semua mengatasnamakan nasionalisme bangsa indonesia yang majemuk.
Itu baru Timnas Indonesia, Belum lagi fenomena di timnas Iraq. Kabarnya mereka berangkat dari golongan berbeda ( Syiah dan Sunni ) yang di tanah airnya sedang mengalami konflik sektarian yang mengerikan. Di luar lapangan hijau mereka saling bantai. Ribuan nyawa telah melayang akibat konflik ini. Namun melalui sepak bola dan timnas mereka. Perbedaan itu bisa dihapus. Bahkan ketika Timnas mereka akhirnya menjuarai turnamen ini. Suasana di Irak terlihat sangat meriah. Euforia membahana kemana-mana. Larut dalam kemenangan. Beberapa sekolah diliburkan. Perusahaan-perusahaan diliburkan. Demikian juga konflik sektarian ”diliburkan”. Sejenak untuk merayakan kemenangan. Nah, disinilah letak nilai spiritualitasnya. Di mana agama mengajarkan persatuan dan kasih sayang terhadap sesama.
Sepak bola ternyata juga sangat efektif mentransformasikan nilai-nilai ketuhanan bagi penikmatnya. Ada beberapa pemain yang memanfaaatkan ketenarannya dalam rangka ”dakwah” menyampaikan kebenaran pada para fans dan penontonnya. Ketika mereka berhasil membuat gol, berbagai macam selebrasi unik mereka pertontonkan. Ricardo Kaka misalnya. Gelandang serang AC Milan sekaligus Timnas Brazil ini selalu mengacung-acungkan kedua telunjuknya ke langit sehabis membuat gol. Ia seakan menunjukkan bahwa gol ini adalah wujud rasa syukur yang luar biasa pada Tuhan yang telah memberinya talenta yang begitu luar biasa. Selebrasi seperti itu juga sering ditunjukkan oleh pemain lain seperti Frederick Kanoute, Jose Antonio Reyes. Bentuk selebrasi yang tak kalah unik juga dilakukan oleh timnas Palestina, Irak dan beberapa tim dari timur tengah lainnya. Sehabis pertandingan, mereka serentak melakukan sujud syukur atas kemenangan yang mereka raih.
Nampaknya sekarang siapapun tak boleh menyalahkan Sepak bola sebagai biang keladi jauhnya manusia pada Tuhannya. Beberapa bintang lapangan hijau seperti Cristiano Ronaldo, Zinedin Zidane, dan Ronaldinho, pernah terlibat beberapa kegiatan sosial. Nah kegiatan para bintang ini juga adalah wujud dari ketaatan pada Tuhan bahwa manusia harus saling tolong menolong satu sama lain. Inikah wajah sepak bola yang katanya jauh dari Tuhan itu?
Namun kadang para suporter memang juga sering terbawa arus kegembiraan berlebihan saat tim yang ia bela menang. Lalu terbawa emosi buta saat timnya menderita kekalahan sehingga menimbulkan tindakan Hooliganisme yang bertentangan dengan moralitas. Kadang para penikmat bola dituntut arif dalam menyikapi apapun yang terjadi. Sehingga tak ikut-ikutan melakukan tindakan-tindakan dekstruktif yang merugikan .
Bagaimana dengan LA mania? Sejauh ini perjalanan LA Mania menggiring persela dalam mengarungi kompetisi relatif baik. Sejak kerusuhan di Surajaya saat pertandingan antara Persela versus Persebaya beberapa tahun lalu, hampir tak ada lagi insiden yang melibatkan LA mania. Kalaupun ada beberapa insiden itu, masih dalam batas kewajaran.
Nampaknya LA mania telah relatif berhasil dalam misinya sabagai kelompok suporter yang santun. Sebagai bukti LA mania telah dinyatakan sebagai kelompok suporter paling fair play oleh PSSI pada putaran pertama Ligina tahun ini. Setidaknya LA mania telah berhasil menghapus anggapan bahwa suporter bola identik dengan kekerasan dan aksi anarkisme. LA mania telah berhasil menunjukan pada masyarakat bahwa menjadi suporter sebuah tim sepak bola tak harus tawuran, lempar batu, membakar bangku stadion atau perbuatan-perbuatan tak baik lainnya. Bahwa suporter sepak bola itu bisa melakukan hal-hal yang positif seperti yang telah dilakuakan LA mania. Misalnya LA mania ikut dalam kegiatan sosial seperti donor darah dan pengumpulan dana bantuan bencana alam.
Tidak cukup itu saja. LA mania sebagai manusia beragama juga tidak boleh meninggalkan kewajibannya sebagai umat Tuhan. Sebagai LA Mania sejati, kita punya hak untuk melihat bola dan mendukung tim pujaan kita. Maka Tuhan memberi kita mata untuk bisa melihat, memberi waktu luang untuk bisa ke stadion atau menonton TV, dan memberi rizki sehingga kita bisa membeli karcis masuk. Kompensasinya, kita juga wajib melaksanakan hak Tuhan atas diri kita untuk menaati semua kewajiban yang telah digariskan. Tentu saja tak mungkin kita sebagai LA Mania sejati melucuti semua pakaian lalu berjoget-jeget ria di tengah orang banyak ketika Persela berhasil membobol gawang lawan. Demikan pula ketika persela kebobolan atau kalah dalam sebuah pertandingan. Tak serta merta membuat kita sedih berkepanjangan, tak mau makan, atau bahkan bunuh diri.
Jika semua itu terwujud maka sejatinya kita adalah pemain bola juga yang sama-sama ingin mencetak gol ke gawang lawan. Dan mendapatkan kemenangan. Kemenagan sejati. Di kehidupan dunia serta dunia setelah kehidupan. Maka, sepak bola terasa begitu indah.....(rian_gian)

*Penulis adalah Ketua Forum Lingkar Pena (FLP) Lamongandan penikmat bola.

nge-net lebih islami yok!

Situs Islam

Di bawah ini Insya Allah terdaftar beberapa situs yang bisa anda akses lewat internet untuk menambah kasanah pengetahuan anda tentang Islam. Saya hanya mencantumkan alamat-alamat kami yang belum umum dikenal masyarakat khususnya umat Islam. Dan berikut alamat situs tersebut dengan sedikit penjelasan tentunya.
1.www.icna.org/Guide
adalah situs mengenai panduan orang tua unutk anaknya agar bisa membentengi anak dari efek buruk tegnologi informasi seperti internet. Panduan itu berupa nasihat mengahdapai masalah komputer dan internet.Ada juga tips untuk menghindari anak kecanduan dengan komputer dan internet.
2.www.sakkal.com
situs ini berisi pengenalan seni desain Islam seperti kaligrafi, tipografi, desain web islam, dan clip art islam. Anda juga bisa membaca beberapa artikel mengenai arsitektur Islam di situs ini.
3.www.dudung.net
Pengen dapat soft ware islam sejenis alquran digital atau program yang mengingatkan waktu sholat? Layaknya anda mengunjungi alamat ini. down load sekehendak hati anda karena layanan ini bisa di unduh gratis. Mari melengkapi komputer pribadi kita dengan aplikasi yang lebig Islami sekarang!
4.http://arabindo.cjb.net
Jangan menganggap terlalu tua untuk belajar. Apalagi bahasa arab yang bisa memudahkan kita memahami ayat-ayat dalam alqur’an maupun al-hadits. Nah, inilah guru yang tepat untuk mengajari anda agar bisa cas-cis-cus ngomong arab. Di sini anda bisa mendpatkan segala pelajaran bahasa arab misalnya qawaid(tata bahasa), isim( kata benda ), dhamir ( kata ganti ), hiwar ( percakapan ) dan lain sebagainya. Ahlan!
5.www.yusufislam.org.uk
Siapa tak kenal dengan hits “morning has broken” yang pernah tenar di eranya. Ya hits itu di nyanyikan oleh cat steven, penyanyi legendaris asal Inggris yang merubah namanya menjadi yusuf Islam setelah masuk Islam. Semenjak jadi mualaf Cat mulai meninggalkan jalur hiburan yang pernah membesarkan namanya dan lebih memfokuskan diri pada dakwah Islam melalui yayasan dan sekolah yang didirikannya. Ingin mengetahui serba-serbi kehidupannya? Klik saja di situs ini.
6.www.whenicamehome.com
Perang selalu meninggalkan penderitaan setelahnya, apalagi jika perang itu di dasari atas keserakahan manusia seperti perang ala Amerika. Penderitaan itu benar-benar di rasakan oleh para veteran pernag mereka setelah pulang dari tugasnya. Mulai masalah pengangguran, gelandangan, sampai kurangnya perhatian pemerintah untuk mereka. Nah, cerita-cerita tragis di atas bisa anda simak di situs ini.
7.http://www.bigcampaign.org/ - http://www.palestinecampaign.org/
Tahukah anda, sepotong daging ayam McDonald’s bisa membunuh para bayi-bayi palestina? Satu potong kue Dankin bisa menjadi peluru yang bisa membunuh anak-anak polos yang tak bersalah? Atau satu bedak revlon bisa berubah jadi buldoser israel yang merobohkan rumah-rumah di tepi barat dan gaza? Tegakah anda? Memboikot produk-produk buatan Yahudi mungkin tak signifikan mengurangi kebiadaban Zionis. Namunpaling tidak kita tak turut ikut berkontribusi dalam kebiadaban itu. Masih bingung? Kunjungi situs ini.
8.www.the99.org
Anda dan putra-putri anda bisa mengakses situs ini jika sudah bosan dengan tokoh-tokoh super hero semacam Naruto, Kensin, Luvi dan lain-lain. The99 adalah komik buatan kkomikus Kuwait yang konsep dasarnya di ambil dari 99 nama Allah. Ya, selain mendapat bacaan yang mendidik bagi anak anda, anda juga akan di ingatkan untuk mengangungkan asmaul husna yang agung itu.
9.www.youtubeislam.com
Jika anda kenal youtube anda harusnya juga kenal youtubeislam. Apakah yang berbeda dengan situs islami ini. dua-duanya sama-sama penyedia film gratis, namun yang kedua insya Allah lebih berhikmah dan punya manfaat yang besar daripada sekedar hiburan. Ada macam-macam film di sini, mulai dari kisah mualaf sampai film kreasi Harun yahya tentang keajaiban penciptaan kehidupan.
10.http://www.HispanicMuslim.com - http://www.islamwareness.net
Hingga sekarang, perkembangan Islam di Amerika atau amerika latin tak bisa terbendung. Semenjak peristiwa 11 september beberapa tahun lalu, banyak warga keturunan amerika yang bersyahadat. Tentu ini semua turut membahagiakan kita sebagai umat Islam. Silahkan mengakses situs ini untuk ikut merasakan kebahagiaan para bule tersebut mendapat hidayah.

sumber : Majalah Suara Hidayatullah

Minggu, 05 Oktober 2008

Jutaan Singkatan untuk FLP

Menu :

FLP : For Life Prepare
FLP : Forum Laki-perempuan
FLP : Fatuh lan Penurut
FLP : Forum lingkar Penulis
FLP : From lost to Power
FLP : Ffffffff Lllllll Peeeee
FLP : Fini Lidi Pici ( Fadang, Lihat, Penang )
FLP : Forum Lakinya Padakemana?
FLP : Forum Lintas Peradaban
FLP : Forum Lintas Partai
FLP : Fartai Lihat-lihat perpus
FLP : Forum Lingkar Perempuan

just kidding! yang pasti FLP : Forumnya Lu-lu Pade!

FLP sebuah forum kepenulisan yang (mulai) di perhitungkan

Nama FLP telah meluas. Lewat karya anggota2nya, organisasi ini telah menjelma menjadi sebuah lokomotif baru pembawa gerbong anak2 bangsa yang penuh kreatifitas. dengan ciri religinya yang khas, FLP mencoba membuka wacana baru dalam jagad kepenulisan nasional. Genre FLP terbukti mampu membius penikmat buku dan sastra unutk mengapresiasi karya anggota FLP. Ketika sastra dan tulisan penulis Indonesia sibuk membuat tulisan seputar sexis, porno, hedonis, dan kapitalis-liberal, FLP dengan sangat santun muncul pelan-pelan mengambil tempat tersendiri tanpa mengusir bangku orang lain. Keharidarannya makin membuat penganut genre konserfatif menjadi apresiatif dan menambah khasanah intelektual. Lewat tulisan2nya, FLP mencoba menyuguhkan sebuah alternatif bacaan yang berhikmah tak sekedar barisan huruf-huruf yang di susun yang di baca untuk di remas-remas dan masuk tong sampah. FLP datang bak seorang anak kecil yang membawakan lentera untuk orang lain yang terjebak di dalam gua yang gelap. dan banyak yang berdoa agar lentera itu terus menyala abadi selama kegelapan itu musnah dari muka bumi.